BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit
jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) saat ini merupakan penyebab kematian
nomor satu di dunia. Menurut badan kesehatan dunia (World Health
Organization, WHO) tahun 2011, 60% dari seluruh
penyebab penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK).
Di
Indonesia, penyakit jantung juga merupakan penyebab utama kematian. Data survei
kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit
ini sebagai penyebab kematian meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 1975, kematian akibat penyakit
jantung hanya 5,9 %, tahun 1981 meningkat sampai 9,1 %, tahun 1986 melonjak
menjadi 16%, dan tahun 1995 meningkat menjadi 19%. Sensus nasional tahun 2001
menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskular termasuk penyakit
jantung koroner adalah sebesar 26,4% (Supriyono M, 2008).
Penyakit
jantung koroner adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh plak atherosklerosis
yang mengakibatkan penyempitan atau
penyumbatan pada arteri koroner yaitu
arteri yang mensuplai oksigen dan nutrisi untuk otot jantung (miokard). Akibatnya, suplai
oksigen ke otot jantung berkurang, sehingga terjadi gangguan keseimbangan
antara suplai dan kebutuhan (Sitepoe, 1997). Kondisi ini
dapat menyebabkan iskemia (hipoksia) atau infark (nekrosis/kerusakan) miokard.
(Oemar, 2005).
Salah
satu penanganan PJK adalah Bedah
Pintas Arteri Koroner (BPAK) yaitu
jenis operasi dengan memasang
saluran baru berupa pembuluh
darah di bagian distal arteri koroner yang mengalami
penyempitan atau penyumbatan (Feriyawati, 2005). BPAK merupakan terapi pilihan pada pasien dengan penyempitan di beberapa lokasi arteri koroner (multi vessel), terutama yang menyangkut
pembuluh darah utama kiri (left main) koroner.
Salah
satu alat penunjang pemeriksaan PJK
adalah ekokardiografi
yang merupakan piranti
untuk
menilai ada tidaknya iskemi miokard. Ekokardiografi dapat memperlihatkan
gerakan abnormal segmen ventrikel yang mengalami iskemia atau infark, disebut
abnormalitas
gerakan dinding regional
(regional wall
motion abnormality, RWMA). Pengamatan
terhadap gangguan gerak segmen tersebut sangat jelas bila diamati dengan pemeriksaan ekokardiografi
2-Dimensi (Oemar,
2005).
Pada
pasien yang diindikasikan untuk penanganan BPAK, harus
dilakukan pemeriksaan ekokardiografi pra
BPAK dan juga pasca BPAK, untuk menilai perubahan
kondisi miokard. Ekokardiografi berperan penting untuk
mengevaluasi apakah fungsi miokard mengalami perbaikan atau perburukan pasca
operasi, serta
melihat adakah komplikasi yang mungkin timbul.
Peran
teknisi kardiovaskular (TKV) sangat penting dalam melakukan pemeriksaan ekokardiografi, khususnya penilaian RWMA.
Oleh
karena itu, penulis ingin membahas tentang “Analisis Segmental Menggunakan Rumus Wall
Motion Score
Index (WMSI)
pra dan pasca BPAK Dengan Ekokardiografi 2-D Di Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”.
1.2 Rumusan Masalah
Pada
penderita PJK, penanganan BPAK merupakan
salah satu upaya untuk
mengembalikan suplai oksigen ke otot jantung dan memperbaiki fungsi miokard. Untuk
melihat fungsi miokard jantung, dibutuhkan alat penunjang ekokardiografi baik
2-D maupun M-Mode. Seorang teknisi
kardiovaskular diharapkan mampu melakukan analisis segmental miokard dengan ekokardiografi 2-D secara akurat, untuk
menilai fungsi miokard pra dan pasca BPAK.
1.3 Ruang Lingkup
Masalah
Dalam
penulisan ini pembahasan difokuskan
pada pasien
dengan penyakit jantung koroner yang
menjalani bedah pintas arteri koroner dan dilakukan penilaian analisis segmental menggunakan rumus WMSI pra dan pasca BPAK, pemeriksaan ekokardiografi 2-D dilakukan di Laboratorium
Ekokardiografi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Pada Tahun
2013.
1.4 Tujuan Penulisan
1.4.1
Tujuan Umum
Untuk memberikan
sumber informasi tentang fungsi
miokard yang dinilai dengan pemeriksaan ekokardiografi 2-D menggunakan rumus WMSI pra dan pasca BPAK.
1.4.2 Tujuan Khusus
1)
Memahami teknik pengambilan
gambar ekokardiografi 2-D pra dan pasca BPAK
2)
Memahami cara menghitung WMSI
menggunakan ekokardiografi 2-D
3)
Memahami dampak BPAK pasca operasi dengan Ekokardiografi 2-D
1.5
Manfaat Penulisan
1.5.1
Bagi Penulis
Sebagai
pengetahuan tentang cara menilai WMSI
secara ekokardiografi 2-D pada
pasien pra dan pasca BPAK
1.5.2
Bagi Rumah
Sakit
Sebagai
informasi hasil BPAK yang
dinilai menggunakan WMSI
dengan
menggunakan ekokardiografi 2-D
15.3
Bagi Institusi pendidikan
Sebagai
bahan pustaka dan referensi bagi tenaga kesehatan khususnya
teknisi kardiovaskular atau
mahasiswa Akademi Teknisi Kardiovaskular.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Sirkulasi Arteri Koroner
Arteri koroner bermuara di area antara pangkal aorta dan katup
aorta yang disebut sinus valsava. (Pakpahan,
2012). Arteri ini berbentuk seperti mahkota (crown) yang mengelilingi jantung sehingga disebut dengan coronary artery (arteri koroner). Arteri
koroner memiliki tiga pembuluh darah utama. Arteri yang berada di depan jantung
disebut Left Anterior Desending
(LAD), yang berada dibelakang disebut Left
Circumflex (LCx). LAD dan LCx berasal dari cabang kiri utama yang disebut Left Main (LM). Arteri koroner yang
berada disebelah kanan disebut Right
Coronary Artery (RCA). Ketiga arteri koroner ini masing-masing memiliki
cabang dan berhubungan satu sama yang lain sehingga seakan-akan jantung
terbungkus didalam. Cabang-cabang ini juga akan memberi makan terhadap otot
jantung (Kabo P, 2008).
Gambar 2.1 Arteri
Koroner
(Sumber : Houghton R. A, 2009)
Arteri koroner LAD
mensuplai darah ke bagian anterior jantung. LAD memiliki cabang diagonal yang mensuplai darah ke ventrikel
kiri dan
septal perforators
mensuplai darah ke bagian septum interventrikel.
(Houghton R.A, 2009). Arteri
koroner LCx mensuplai darah ke atrium kiri dan
ventrikel kiri. Di
sisi posterior, arteri sirkumfleks beranastomosis (berhubungan) dengan arteri koroner
kanan. Sedangkan
RCA
mensuplai darah untuk kedua dinding ventrikel (Slonane
E, 2004)
Ketika jantung
berkontraksi atau sistol, arteri koroner terkompresi oleh otot jantung sehingga darah tidak mengalir. Darah di dalam
arteri koroner akan mengalir ketika jantung berelaksasi pada fase diastol. Dengan
demikian, derasnya aliran darah dalam arteri koroner ditentukan oleh tekanan
darah diastolik dan lamanya fase
diastolik.
Oleh sebab itu, tekanan darah diastol yang terlalu rendah akan menyebabkan otot
jantung kurang mendapat suplai darah,
sehingga meningkatkan kejadian
penyakit jantung koroner (Kabo P, 2008)
2.2 Penyakit
Jantung Koroner (PJK)
Penyakit
jantung koroner atau penyakit jantung iskemi adalah penyakit jantung yang
disebabkan oleh penyempitan,
penyumbatan atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan dan penyumbatan
pembuluh arteri koroner disebabkan
oleh penumpukan zat lemak (kolesterol) dan
kalsium yang semakin lama semakin banyak di lapisan terdalam (intima) dari
dinding pembuluh darah arteri koroner yang lazim disebut dengan plak atherosklerosis. Plak ini dapat menyebabkan aliran darah
ke otot jantung berkurang, yang
disebut iskemi miokard. Jika
plak ini ruptur, maka terbentuk trombus (gumpalan darah)
yang akan menyumbat
total arteri koroner sehingga terjadi nekrosis/kerusakan miokard, kejadian ini disebut infark miokard (Soeharto I, 2001).
Tabel
2.1
Hubungan antara lesi miokard dan infark yang diakibatkan
Stenosis
arteri koroner
|
% kasus
|
Daerah infark
|
LAD
|
40-50%
|
Bagian anterior ventrikel kiri, anterior septum interventrikuler
|
RCA
|
30-40%
|
Dinding posterior ventrikel kiri, bagian posterior
septum interventrikuler.
|
LCX
|
15-20 %
|
Dinding lateral ventrikel kiri
|
(Sumber :
Tambayong, 2000)
2.3 Tatalaksana PJK
Tatalaksana
PJK yang dibutuhkan untuk membuka penyempitan dan penyumbatan arteri koroner
dan meningkatkan aliran darah ke jantung disebut reperfusi. Ada dua jenis reperfusi
arteri koroner, yaitu Intervensi Koroner Perkutan (IKP) dan Bedah Pintas Arteri
Koroner (BPAK). (umm.edu-health, 2013).
a. Intervensi Koroner Perkutan (IKP)
Intervensi
koroner perkutan adalah
suatu prosedur dengan cara
memasukkan tabung plastik (kateter) ke dalam pembuluh darah aorta hingga mencapai bagian pembuluh darah
koroner yang menyempit. Selanjutnya
balon pada kateter itu dikembangkan, atau
dilakukan pemasangan stent pada arteri koroner yang menyempit. IKP
berfungsi untuk meningkatkan aliran miokard tanpa melakukan pembedahan dan
mencegah terjadinya penyumbatan kembali (Hasan H, 2007).
b. Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK)
Bedah
Pintas Arteri Koroner adalah jenis operasi yang menggunakan pembuluh darah dari
bagian tubuh lainnya untuk mengalirkan
darah dari aorta langsung ke bagian distal dari arteri koroner yang stenosis, dengan demikian
pasokan oksigen ke miokard akan membaik. Tujuan dari
BPAK adalah meningkatkan aliran darah ke miokardium yang mengalami iskemi
akibat lesi aterosklerosis/stenosis
(Gruendemann J.B, 2006). BPAK dilakukan
dengan membuka dinding dada melalui pemotongan tulang sternum. Pembuluh darah cangkok (graft)
diambil dari arteri radialis,
arteri mammaria interna atau vena saphena tergantung kebutuhan, teknik yang
dipakai ataupun keadaan anatomi pembuluh darah pasien tersebut (Feriyawati, 2005).
Indikasi BPAK menurut American Collage of Cardiology ACC/AHA-guideline tahun 2004 sebagai berikut :
1.
Penyakit jantung koroner yang mengenai
pangkal dari arteri koroner kiri (left main disease)
2.
Penyakit jantung koroner yang mengenai
tiga pembuluh darah koroner (three vessel
disease)
3.
Penyakit jantung koroner yang banyak dan
luas (diffuse) yang tidak sesuai
untuk IKP.
2.4 Ekokardiografi.
2.4.1 Pengertian Ekokardiografi.
Ekokardiografi merupakan jenis pemeriksaan jantung
yang bersifat non-invasif,
alat ini menggunakan
gelombang ultrasonografi yang diarahkan ke dinding dada dan kemudian dianalisis
oleh komputer saat gelombang dikembalikan dari dada. Komputer akan menghasilkan
gambaran yang digunakan untuk menghitung ukuran dan pergerakan dinding jantung,
performa katup jantung, dan aliran darah
yang melewati jantung (Corwin J.E, 2009).
Ada 2 jenis pemeriksaan ekokardiografi,
yaitu : (RSJPDHK)
· Ekokardiografi non-invasif - transthoracic
echocardiography (TTE),
· Ekokardiografi semi-invasif - Transesopagheal echocardiography (TEE) dan Dobutamin
stress echocardiografi (DSE).
2.5 Fungsi Sistolik Ventrikel Kiri
Beberapa
metode pada ekokardiografi 2-D dapat digunakan untuk penilaian dan penghitungan
fungsi global dan regional ventrikel kiri. (Anderson,
2000)
2.5.1 Fungsi Global
Pengukuran fungsi global ventrikel kiri
dilakukan dengan
ekokardiografi M-mode, yaitu dengan mengukur dimensi
akhir-diastol dan
akhir-sistol ventrikel kiri serta
mengkalkulasi volume akhir-diastol dan akhir-sistol ventrikel kiri, kemudian fraksi ejeksi (ejection
fraction, EF) ventrikel kiri. Penghitungan EF juga
dapat dilakukan langsung dengan ekokardiografi 2-D. Fungsi global
sistolik ventrikel kiri sebenarnya
merupakan ekspresi kemampuan pompa seluruh
miokard jantung kiri.
Metode
yang digunakan untuk menilai fungsi global ventrikel kiri adalah : fraksi
pemendekan (fraction shortening, FS), fraksi ejeksi (ejection
fraction, EF), isi sekuncup (stroke volume, SV), curah jantung (cardiac
output, CO) dan
cardiac index (Anderson, 2000).
2.5.2 Fungsi
Regional
Fungsi regional adalah fungsi
kontraksi masing-masing segmen yang dipresentasikan sebagai kemampuan kontraksi
segmen itu sendiri. Hal
ini berkaitan dengan kelainan pasokan darah pada area atau zona miokard
tertentu sebagai akibat dari PJK yang mengakibatkan iskemi atau infark miokard.
Menurut American Heart Association (AHA) penilaian RWMA ventrikel kiri dibagi dalam
17 segmen sesuai dengan standar yang bisa dinilai dengan ekokardiografi. Metode ini membagi ventrikel kiri ke dalam tiga bagian, yaitu : bagian basal,
mid-cavity, apical.
a. Pada bagian basal segmen dibagi menjadi
6 yaitu : basal anterior, basal anteroseptal,
basal inferoseptal, basal inferior, basal anterolateral, basal inferolateral.
b. Pada bagian mid-cavity dibagi menjadi 6 segmen yaitu : mid
anterior, mid anteroseptal, mid inferoseptal, mid inferior, mid anterolateral dan mid inferolateral.
c. Pada
bagian apical dibagi menjadi 4 segmen, yaitu : apical anterior, apical
inferior, apical lateral, apical septal. Sedangkan apical-cup merupakan bagian
ujung dari ventrikel kiri yang disebut dengan apeks.
Tabel
2.2 Tujuh belas model segmen ventrikel kiri
|
Basal
|
Mid-papilaris
|
Apikal
|
Anterior Anteroseptal Inferoseptal Inferior
Inferolateral
Anterolateral
|
1
2
3
4
5
6
|
7
8
9
10
11
12
|
13
14
15
16
17
|
Anterior Septal Inferior Lateral Apikal Cup
|
(Sumber : Serqueira et al, 2009)
Pada Gambar 2.2 diperlihatkan suplai LAD, LCx dan RCA
pada ke tujuh belas segmen ventrikel kiri.
Gambar 2.2 Hubungan arteri koroner dengan segmen ventrikel
kiri
(Sumber : Solomon, 2009)
2.6 Analisis Segmental dengan Indeks Skor
Gerakan Dinding (Wall
Motion
Score Index, WMSI)
Analisis segmental merupakan dasar dalam
menentukan fungsi ventrikel
kiri.
Analisis
segmental ini dapat dinilai
di tiap-tiap segmen menggunakan
sistem skor segmen yang berdasarkan numerik (Anderson, 2000).
Nilai numerik
skor segmen dinding yang direkomendasikan adalah sebagai berikut : (Solomon,
2007)
1 =
kontraktilitas segmen normal
2 = hipokinetik (terjadi
pengurangan kontraktilitas segmen saat sistol)
3 = akinetik
(hampir tidak terjadi kontraktilitas segmen saat sistol)
4 = diskinetik
(gerakan
berlawanan arah atau paradoks pada saat sistol)
5
= aneurysmal (gerakan
segmen yang keluar dari sumbu jantung selama sistol dan diastol)
Gerakan
dinding dihitung dengan indeks skor gerakan dinding (wall motion score index, WMSI) dengan rumus sebagai berikut
(Anderson, 2000) :
∑ skor gerakan
dinding
WMSI =
∑ segmen yang
diamati
Kontraksi
segmen ventrikel kiri yang normal semua mempunyai WMSI sebesar
1 (setiap segmen dari 17 segmen menerima skor gerakan dinding sebesar 1, maka
total skor adalah 17/17 = 1). Semakin
tinggi nilai skor, semakin luas abnormalitas segmen.
Tabel
2.3 Hubungan
arteri koroner dengan segmen-segmen
ventrikel kiri
Arteri koroner
|
LV Region
|
Segmen
Basal
|
Segmen
Mid-cavity
|
Segmen
Apikal
|
Apikal Cap
|
Total segmen
|
% dari
semua LV segmen
|
LAD
|
Anterior
Anteroseptal
Total segmen
|
1
2
|
7
8
|
13
14
|
17
|
7
|
41
|
RCA
|
Inferoseptal
Inferior
Total segmen
|
3
4
|
9
10
|
15
|
|
5
|
29
|
LCx
|
Inferolateral
Anterolateral
Total segmen
|
5
6
|
11
12
|
16
|
|
5
|
29
|
Total
|
Keseluruhan
|
|
|
|
|
17
|
100
|
(Sumber :
American heart association, AHA 2000)
2.7 Gerakan
Dinding Regional Pra dan pasca BPAK
Dari
data penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Rubenson, et al. Journal American Heart Association,
AHA tahun 1982. Penelitian dilakukan
terhadap 20 pasien menunjukkan
bahwa evaluasi gerakan dinding regional dengan ekokardiografi 2-D menggunakan WMSI pra dan pasca BPAK menunjukkan 57%
segmen kembali normal pasca operasi. Pada umumnya operasi BPAK akan
meningkatkan gerakan regional dinding ventrikel pada masing-masing segmen dibandingkan dengan gerakan abnormal pra
operasi. Segmen dengan gerakan yang normal pra operasi biasanya juga akan
normal pasca operasi. Secara
keseluruhan, nilai segmental gerakan dinding tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Perubahan signifikan
gerakan dinding miokard pasca BPAK biasanya terjadi pada 6 minggu pertama pasca
operasi. Sedangkan 1-2 minggu pasca operasi merupakan waktu sub-optimal untuk
mengevaluasi kembali gerakan dinding miokard.
Pasca
BPAK didapatkan beberapa kendala dalam
menilai segmen dinding ventrikel, diantaranya
terdapat gerakan yang tidak dapat diinterpretasi pasca BPAK. Pergerakan tersebut tidak dipengaruhi
oleh iskemi tetapi secara langsung berhubungan dengan tindakan BPAK, sehingga menyebabkan gerakan anterior
secara berlebihan. Segmen yang sering mengalami
kendala tersebut ialah bagian septal (Waggoner D. et al, 1982).
Stunning Miokard
Stunning
diartikan sebagai disfungsi ventrikel kiri yang bersifat sementara sesudah
dilakukan reperfusi, dimana aliran darah koroner normal atau hampir normal dan
tidak terjadi kerusakan ireversibel. Dengan
demikian, sesudah dilakukan reperfusi segmen miokard tetap akinetik selama
beberapa hari hingga bulan. Waktu dan derajat pemulihan kontraktilitas miokard
tergantung pada durasi oklusi arteri koroner (time-to-treatment). (Oemar, 2005)
Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa:
a.
Stunning
bersifat sementara, abnormalitas segmen membutuhkan waktu untuk pemulihan.
b. Stunning
mempunyai aliran koroner yang normal atau mendekati normal. Jadi, kondisi stunning adalah terdapatnya
ketidaksesuaian antara aliran darah dan fungsi, yaitu aliran darah normal namun
fungsi abnormal.
Teknik pengambilan gambar dalam menilai WMSI dengan ekokardiografi 2-D
Teknik pengambilan gambar untuk menilai wall motion score index pada pasien PJK
yang diindikasikan BPAK dengan menggunakan ekokardiografi 2-D tidak terdapat
perbedaan yaitu dengan meletakkan transduser di antara intercostal tiga dan empat parternal
kiri dengan arah marker jam 10 pada potongan PLAX, kemudian transduser dirotasi
searah jarum jam (clock wise) dengan
posisi marker pada jam 1 untuk mendapatkan gambaran short axis, akan ditampilkan gambaran short axis setinggi mitral, mid-papilaris, dan LV apeks. Kemudian untuk
mendapatkan gambaran 4-ruang, transduser diletakkan di apeks jantung dan
ditidurkan semiring mungkin dengan posisi marker sejajar pada lengan kiri
pasien, setelah itu untuk memperoleh gambaran 2-ruang, transduser di rotasi
sedikit berlawanan arah jarum jam (counter
clockwise) (45º- 50º), setelah itu untuk memperoleh gambaran 3-ruang transduser
di putar 90º berlawanan arah jarum jam, indeks marker transduser berada pada
jam 12 dengan memiringkan transduser kearah anterior (seperti pada pengambilan gambaran apikal
5-ruang). (Anderson, 2000 ; Oemar, 2005)