Halaman

Powered By Blogger

Selasa, 29 Oktober 2013

Ablasi pada Ventrikel Takikardi (Ventricular Tachycardi Ablation)

Ventricular Tachycardi (VT)

      Ventricular Tachycardi adalah gangguan Ritme jantung yang  ditandai dengan detak jantung yang teratur dan cepat. Pada ventrikel tachycardi jantung pada umumnya berdetak > 100 msec, karena adanya gangguan pada impuls elektrik normal. Impuls yang cepat masuk ke ventrikel yang menyebabkan ventrikel berkontraksi  dengan cepat sehingga tidak memugkinkan ventrikel terisi darah dengan cukup yang pada akhirnya  ventrikel tidak dapat memompakan darah dengan baik keseluruh tubuh, jika tidak dirawat maka akan berkelanjutan dan berubah menjadi ventrikel fibrilasi.

Tanda dan Gejala
Ø  Denyut nadi yang lemah
Ø  Palpitasi
Ø  Vertigo
Ø  Angina
Ø  Dypsnue

Penyebab VT
Ø  Pada dasarnya penyebab VT yang paling sering adalah penyakit jantung koroner (PJK), termasuk infark miokard yang disebabkan PJK. VT akut biasanya terjadi 48 jam setelah Infark myocard acute (IMA)
Ø  VT dapat pula disebabkan oleh structural heart disease, seperti : prolaps katup mitral, Tetralogi offalot (TOF), dilatasi dan hipertrofi kardiomiopati atau bisa juga oleh efek obat-obatan (intoksi digitalis).

Jenis VT Berdasarkan ECG
Ø  VT monomorphic : memiliki morfologi gelombang QRS yang sama bentuknya, irama teratur dan cepat (100-150 x/mnt), dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1 : VT monomorphic

Ø  VT pholimorfic: memiliki bentuk gelombang QRS yang berbeda atau bervariasi , iramanya tidak teratur dan iramanya cepat, dapat dilihat pada gambar II :

Gambar II : VT polimorphic

Mekanisme VT
         Automaticity
         Reentry
         Triggered activity

Ablasi Pada VT
Ø  Teknik Mapping pada VT
*        Activation mapping

Gambar 3 : Activation Mapping VT

*      Pace Mapping
Gambar 4 : Pace Mapping

*      3D electroanatomic mapping

Gambar 5 : 3D electrianatomic mapping

End Point dari Ablasi VT
Ø  Terminasi VT selama Radio Vrecuency Ablation (RFA)
Ø  Mengeliminasi dari PVC
Ø  Inability to induce VT via pacing / isuprel
Ø  Success rate 65-95 %
Ø  Recurrence rate 5-10 %










Sabtu, 26 Oktober 2013

Wall motion score index (WMSI) pra dan pasca BPAK dengan pemeriksaan Ekokardiografi Dua-Dimensi (2-D)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) saat ini merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Menurut badan kesehatan dunia (World Health Organization, WHO) tahun 2011, 60% dari seluruh penyebab penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner  (PJK).

Di Indonesia, penyakit jantung juga merupakan penyebab utama kematian. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini sebagai penyebab kematian meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 1975, kematian akibat penyakit jantung hanya 5,9 %, tahun 1981 meningkat sampai 9,1 %, tahun 1986 melonjak menjadi 16%, dan tahun 1995 meningkat menjadi 19%. Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 26,4%  (Supriyono M, 2008).

Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh plak atherosklerosis yang mengakibatkan penyempitan atau penyumbatan pada arteri koroner yaitu arteri yang mensuplai oksigen dan nutrisi untuk otot jantung (miokard). Akibatnya, suplai oksigen ke otot jantung berkurang, sehingga terjadi gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan (Sitepoe, 1997). Kondisi ini  dapat menyebabkan iskemia (hipoksia) atau infark (nekrosis/kerusakan) miokard. (Oemar, 2005).

Salah satu penanganan PJK adalah Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) yaitu jenis operasi dengan memasang saluran baru berupa pembuluh darah di bagian distal arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan (Feriyawati, 2005). BPAK merupakan terapi pilihan pada pasien dengan penyempitan di beberapa lokasi arteri koroner (multi vessel), terutama yang menyangkut pembuluh darah utama kiri (left main) koroner.

Salah satu alat penunjang pemeriksaan PJK adalah ekokardiografi yang merupakan piranti untuk menilai ada tidaknya iskemi miokard. Ekokardiografi dapat memperlihatkan gerakan abnormal segmen ventrikel yang mengalami iskemia atau infark, disebut abnormalitas gerakan dinding regional (regional wall motion abnormality, RWMA). Pengamatan terhadap gangguan gerak segmen tersebut sangat jelas bila diamati dengan pemeriksaan ekokardiografi 2-Dimensi (Oemar, 2005).

Pada pasien yang diindikasikan untuk penanganan BPAK, harus dilakukan pemeriksaan ekokardiografi pra BPAK dan juga pasca BPAK, untuk menilai  perubahan kondisi miokard. Ekokardiografi berperan penting untuk mengevaluasi apakah fungsi miokard mengalami perbaikan atau perburukan pasca operasi, serta melihat adakah komplikasi yang mungkin timbul.

Peran teknisi kardiovaskular (TKV) sangat penting dalam melakukan pemeriksaan ekokardiografi, khususnya penilaian RWMA. Oleh karena itu, penulis ingin membahas tentang “Analisis Segmental Menggunakan Rumus Wall Motion Score Index (WMSI) pra dan pasca BPAK Dengan Ekokardiografi 2-D Di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”.
1.2 Rumusan Masalah
Pada penderita PJK, penanganan BPAK merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan suplai oksigen ke otot jantung dan memperbaiki fungsi miokard. Untuk melihat fungsi miokard jantung, dibutuhkan alat penunjang ekokardiografi baik 2-D maupun M-Mode. Seorang teknisi kardiovaskular diharapkan mampu melakukan analisis segmental miokard dengan ekokardiografi 2-D  secara akurat, untuk menilai fungsi miokard pra dan pasca BPAK.

1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan ini pembahasan difokuskan pada pasien dengan penyakit jantung koroner yang menjalani bedah pintas arteri koroner dan dilakukan penilaian analisis segmental menggunakan rumus WMSI pra dan pasca BPAK, pemeriksaan ekokardiografi 2-D dilakukan di Laboratorium Ekokardiografi Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Pada Tahun 2013.

1.4 Tujuan Penulisan
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk memberikan sumber informasi tentang fungsi miokard yang dinilai dengan pemeriksaan ekokardiografi 2-D menggunakan rumus WMSI pra dan pasca BPAK.
1.4.2 Tujuan Khusus
1)        Memahami teknik pengambilan gambar ekokardiografi 2-D pra dan pasca BPAK
2)        Memahami cara menghitung WMSI menggunakan ekokardiografi 2-D
3)        Memahami dampak BPAK pasca operasi dengan Ekokardiografi 2-D
1.5 Manfaat Penulisan
1.5.1 Bagi Penulis
Sebagai pengetahuan tentang cara menilai WMSI secara ekokardiografi 2-pada pasien pra dan pasca BPAK
1.5.2 Bagi Rumah Sakit
Sebagai informasi hasil BPAK yang dinilai menggunakan WMSI dengan menggunakan ekokardiografi 2-D
15.3  Bagi Institusi pendidikan
Sebagai bahan pustaka dan referensi bagi tenaga kesehatan khususnya teknisi kardiovaskular atau mahasiswa Akademi Teknisi Kardiovaskular.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1   Anatomi  dan Sirkulasi Arteri Koroner
Arteri koroner bermuara di area antara pangkal aorta dan katup aorta yang disebut sinus valsava. (Pakpahan, 2012). Arteri ini berbentuk seperti mahkota (crown) yang mengelilingi jantung sehingga disebut dengan coronary artery (arteri koroner). Arteri koroner memiliki tiga pembuluh darah utama. Arteri yang berada di depan jantung disebut Left Anterior Desending (LAD), yang berada dibelakang disebut Left Circumflex (LCx). LAD dan LCx berasal dari cabang kiri utama yang disebut Left Main (LM). Arteri koroner yang berada disebelah kanan disebut Right Coronary Artery (RCA). Ketiga arteri koroner ini masing-masing memiliki cabang dan berhubungan satu sama yang lain sehingga seakan-akan jantung terbungkus didalam. Cabang-cabang ini juga akan memberi makan terhadap otot jantung (Kabo P, 2008).


Gambar 2.1 Arteri Koroner
 (Sumber : Houghton R. A, 2009)

Arteri koroner LAD mensuplai darah ke bagian anterior jantung. LAD memiliki cabang diagonal yang mensuplai darah ke ventrikel kiri dan septal perforators mensuplai darah ke bagian septum interventrikel. (Houghton R.A, 2009). Arteri koroner LCx mensuplai darah ke atrium kiri dan ventrikel kiri. Di sisi posterior, arteri sirkumfleks beranastomosis (berhubungan) dengan arteri koroner kanan. Sedangkan RCA mensuplai darah untuk kedua dinding ventrikel (Slonane E, 2004)
Ketika jantung berkontraksi atau sistol, arteri koroner terkompresi oleh otot jantung  sehingga darah tidak mengalir. Darah di dalam arteri koroner akan mengalir ketika jantung berelaksasi pada fase diastol. Dengan demikian, derasnya aliran darah dalam arteri koroner ditentukan oleh tekanan darah diastolik dan lamanya fase diastolik. Oleh sebab itu, tekanan darah diastol yang terlalu rendah akan menyebabkan otot jantung kurang mendapat suplai darah, sehingga meningkatkan kejadian penyakit jantung koroner (Kabo P, 2008)

2.2    Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penyakit jantung koroner atau penyakit jantung iskemi adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan, penyumbatan atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner disebabkan oleh penumpukan zat lemak (kolesterol) dan kalsium yang semakin lama semakin banyak di lapisan terdalam (intima) dari dinding pembuluh darah arteri koroner yang lazim disebut dengan plak atherosklerosis. Plak ini dapat menyebabkan aliran darah ke otot jantung berkurang, yang disebut iskemi miokard. Jika plak ini ruptur, maka terbentuk trombus (gumpalan darah) yang akan menyumbat total arteri koroner sehingga terjadi nekrosis/kerusakan miokard, kejadian ini disebut infark miokard (Soeharto I, 2001).
Tabel 2.1 Hubungan antara lesi miokard dan infark yang diakibatkan
Stenosis arteri koroner
% kasus
Daerah infark
LAD
40-50%
Bagian anterior ventrikel kiri, anterior septum interventrikuler
RCA
30-40%
Dinding posterior ventrikel kiri, bagian posterior septum interventrikuler.
LCX
15-20 %
Dinding lateral ventrikel kiri
(Sumber : Tambayong, 2000)

2.3   Tatalaksana PJK
Tatalaksana PJK yang dibutuhkan untuk membuka penyempitan dan penyumbatan arteri koroner dan meningkatkan aliran darah ke jantung disebut reperfusi. Ada dua jenis reperfusi arteri koroner, yaitu Intervensi Koroner Perkutan (IKP) dan Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK). (umm.edu-health, 2013).
a.    Intervensi Koroner Perkutan (IKP)
Intervensi koroner perkutan adalah suatu prosedur dengan cara memasukkan tabung plastik (kateter) ke dalam pembuluh darah aorta hingga mencapai bagian pembuluh darah koroner yang menyempit. Selanjutnya balon pada kateter itu dikembangkan, atau dilakukan pemasangan stent pada arteri koroner yang menyempit. IKP berfungsi untuk meningkatkan aliran miokard tanpa melakukan pembedahan dan mencegah terjadinya penyumbatan kembali (Hasan H, 2007).
b.   Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK)
Bedah Pintas Arteri Koroner adalah jenis operasi yang menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh lainnya untuk mengalirkan darah dari aorta langsung ke bagian distal dari arteri koroner yang stenosis, dengan demikian pasokan oksigen ke miokard akan membaik. Tujuan dari BPAK adalah meningkatkan aliran darah ke miokardium yang mengalami iskemi akibat lesi aterosklerosis/stenosis (Gruendemann J.B, 2006). BPAK  dilakukan dengan membuka dinding dada melalui pemotongan tulang sternum. Pembuluh darah cangkok (graft) diambil dari arteri radialis, arteri mammaria interna atau vena saphena tergantung kebutuhan, teknik yang dipakai ataupun keadaan anatomi pembuluh darah pasien tersebut (Feriyawati, 2005).
Indikasi BPAK menurut American Collage of Cardiology ACC/AHA-guideline tahun 2004 sebagai berikut :
1.        Penyakit jantung koroner yang mengenai pangkal dari arteri koroner kiri (left main disease)
2.        Penyakit jantung koroner yang mengenai tiga pembuluh darah koroner (three vessel disease)
3.        Penyakit jantung koroner yang banyak dan luas (diffuse) yang tidak sesuai untuk IKP.

2.4 Ekokardiografi.
2.4.1 Pengertian Ekokardiografi.
Ekokardiografi merupakan jenis pemeriksaan jantung yang bersifat non-invasif, alat ini menggunakan gelombang ultrasonografi yang diarahkan ke dinding dada dan kemudian dianalisis oleh komputer saat gelombang dikembalikan dari dada. Komputer akan menghasilkan gambaran yang digunakan untuk menghitung ukuran dan pergerakan dinding jantung, performa katup jantung, dan aliran darah yang melewati jantung (Corwin J.E, 2009).
Ada 2 jenis pemeriksaan ekokardiografi, yaitu : (RSJPDHK)
·      Ekokardiografi non-invasif - transthoracic echocardiography (TTE),
·      Ekokardiografi semi-invasif - Transesopagheal echocardiography (TEE)  dan Dobutamin stress echocardiografi (DSE).

2.5 Fungsi Sistolik Ventrikel Kiri
Beberapa metode pada ekokardiografi 2-D dapat digunakan untuk penilaian dan penghitungan fungsi global dan regional ventrikel kiri. (Anderson, 2000)
2.5.1 Fungsi Global
Pengukuran fungsi global ventrikel kiri dilakukan dengan ekokardiografi M-mode, yaitu dengan mengukur dimensi akhir-diastol dan akhir-sistol ventrikel kiri serta mengkalkulasi volume akhir-diastol dan akhir-sistol ventrikel kiri, kemudian fraksi ejeksi (ejection fraction, EF) ventrikel kiri. Penghitungan EF juga dapat dilakukan langsung dengan ekokardiografi 2-D. Fungsi global sistolik ventrikel kiri sebenarnya merupakan ekspresi kemampuan pompa seluruh miokard jantung kiri.
 Metode yang digunakan untuk menilai fungsi global ventrikel kiri adalah : fraksi pemendekan (fraction shortening, FS), fraksi ejeksi (ejection fraction, EF), isi sekuncup (stroke volume, SV), curah jantung (cardiac output, CO) dan cardiac index (Anderson, 2000).

2.5.2 Fungsi Regional
Fungsi regional adalah fungsi kontraksi masing-masing segmen yang dipresentasikan sebagai kemampuan kontraksi segmen itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan kelainan pasokan darah pada area atau zona miokard tertentu sebagai akibat dari PJK yang mengakibatkan iskemi atau infark miokard.

Menurut American Heart Association (AHA) penilaian RWMA ventrikel kiri dibagi dalam 17 segmen sesuai dengan standar yang bisa dinilai dengan ekokardiografi. Metode ini membagi ventrikel kiri ke dalam tiga bagian, yaitu : bagian basal, mid-cavity, apical.
a.    Pada bagian basal segmen dibagi menjadi 6 yaitu : basal anterior, basal anteroseptal, basal inferoseptal, basal inferior, basal anterolateral, basal inferolateral.
b. Pada bagian mid-cavity dibagi menjadi 6 segmen yaitu : mid anterior, mid anteroseptal, mid inferoseptal, mid inferior, mid anterolateral dan mid inferolateral.
c.    Pada bagian apical dibagi menjadi 4 segmen, yaitu : apical anterior, apical inferior, apical lateral, apical septal. Sedangkan apical-cup merupakan bagian ujung dari ventrikel kiri yang disebut dengan apeks.
Tabel 2.2 Tujuh belas model segmen ventrikel kiri

Basal
Mid-papilaris
Apikal
Anterior    Anteroseptal Inferoseptal Inferior
Inferolateral  
Anterolateral   
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Anterior              Septal            Inferior              Lateral           Apikal Cup

     (Sumber : Serqueira et al, 2009)
Pada Gambar 2.2 diperlihatkan suplai LAD, LCx dan RCA pada ke tujuh belas segmen ventrikel kiri.
Gambar 2.2  Hubungan arteri koroner dengan segmen ventrikel kiri
(Sumber : Solomon, 2009)

2.6    Analisis Segmental dengan Indeks Skor Gerakan Dinding (Wall Motion  
        Score Index, WMSI)
Analisis segmental merupakan dasar dalam menentukan fungsi ventrikel kiri. Analisis segmental ini dapat dinilai di tiap-tiap segmen menggunakan sistem skor segmen yang berdasarkan numerik (Anderson, 2000).
Nilai numerik skor segmen dinding yang direkomendasikan adalah sebagai berikut : (Solomon, 2007)
       1  = kontraktilitas segmen normal
2  = hipokinetik (terjadi pengurangan kontraktilitas segmen saat sistol)
3  = akinetik (hampir tidak terjadi kontraktilitas segmen saat sistol)
4  = diskinetik (gerakan berlawanan arah atau paradoks pada saat sistol)
5 = aneurysmal (gerakan segmen yang keluar dari sumbu jantung selama sistol dan diastol)
Gerakan dinding dihitung dengan indeks skor gerakan dinding (wall motion score index, WMSI) dengan rumus sebagai berikut (Anderson, 2000) :
skor gerakan dinding
WMSI  =         
                                        ∑ segmen yang diamati

Kontraksi segmen ventrikel kiri yang normal semua mempunyai WMSI sebesar 1 (setiap segmen dari 17 segmen menerima skor gerakan dinding sebesar 1, maka total skor adalah 17/17 = 1). Semakin tinggi nilai skor, semakin luas abnormalitas segmen.

Tabel 2.3  Hubungan arteri koroner dengan segmen-segmen ventrikel kiri
Arteri koroner

LV Region
Segmen
Basal
Segmen
Mid-cavity
Segmen
Apikal
Apikal Cap
Total segmen
% dari semua LV segmen

LAD
Anterior
Anteroseptal
Total segmen
1
2

7
8
13
14
17


7


41

RCA
Inferoseptal
Inferior
Total segmen
3
4
9
10

15



5


29

LCx

Inferolateral
Anterolateral
Total segmen
5
6
11
12

16





5


29
Total
Keseluruhan




17
100
(Sumber : American heart association, AHA 2000)
 2.7   Gerakan Dinding Regional Pra dan pasca BPAK
Dari data penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Rubenson, et al. Journal American Heart Association, AHA tahun 1982.  Penelitian dilakukan terhadap 20 pasien menunjukkan bahwa evaluasi gerakan dinding regional dengan ekokardiografi 2-D menggunakan WMSI pra dan pasca BPAK menunjukkan 57% segmen kembali normal pasca operasi. Pada umumnya operasi BPAK akan meningkatkan gerakan regional dinding ventrikel pada masing-masing segmen dibandingkan dengan gerakan abnormal pra operasi. Segmen dengan gerakan yang normal pra operasi biasanya juga akan normal pasca operasi. Secara keseluruhan, nilai segmental gerakan dinding tidak mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan signifikan gerakan dinding miokard pasca BPAK biasanya terjadi pada 6 minggu pertama pasca operasi. Sedangkan 1-2 minggu pasca operasi merupakan waktu sub-optimal untuk mengevaluasi kembali gerakan dinding miokard.

Pasca BPAK didapatkan beberapa kendala dalam menilai segmen dinding ventrikel, diantaranya terdapat gerakan yang tidak dapat diinterpretasi pasca BPAK. Pergerakan tersebut tidak dipengaruhi oleh iskemi tetapi secara langsung berhubungan dengan tindakan BPAK, sehingga menyebabkan gerakan anterior secara berlebihan. Segmen yang sering mengalami kendala tersebut ialah bagian septal (Waggoner D. et al, 1982).

Stunning Miokard
Stunning diartikan sebagai disfungsi ventrikel kiri yang bersifat sementara sesudah dilakukan reperfusi, dimana aliran darah koroner normal atau hampir normal dan tidak terjadi kerusakan ireversibel. Dengan demikian, sesudah dilakukan reperfusi segmen miokard tetap akinetik selama beberapa hari hingga bulan. Waktu dan derajat pemulihan kontraktilitas miokard tergantung pada durasi oklusi arteri koroner (time-to-treatment). (Oemar, 2005)
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa:
a.    Stunning bersifat sementara, abnormalitas segmen membutuhkan waktu untuk pemulihan.
b.  Stunning mempunyai aliran koroner yang normal atau mendekati normal. Jadi, kondisi stunning adalah terdapatnya ketidaksesuaian antara aliran darah dan fungsi, yaitu aliran darah normal namun fungsi abnormal.  

Teknik pengambilan gambar dalam menilai WMSI dengan ekokardiografi 2-D
Teknik pengambilan gambar untuk menilai wall motion score index pada pasien PJK yang diindikasikan BPAK dengan menggunakan ekokardiografi 2-D tidak terdapat perbedaan yaitu dengan meletakkan transduser di antara intercostal tiga dan empat parternal kiri dengan arah marker jam 10 pada potongan PLAX, kemudian transduser dirotasi searah jarum jam (clock wise) dengan posisi marker pada jam 1 untuk mendapatkan gambaran short axis, akan ditampilkan gambaran short axis setinggi mitral, mid-papilaris, dan LV apeks. Kemudian untuk mendapatkan gambaran 4-ruang, transduser diletakkan di apeks jantung dan ditidurkan semiring mungkin dengan posisi marker sejajar pada lengan kiri pasien, setelah itu untuk memperoleh gambaran 2-ruang, transduser di rotasi sedikit berlawanan arah jarum jam (counter clockwise) (45º- 50º), setelah itu untuk memperoleh gambaran 3-ruang transduser di putar 90º berlawanan arah jarum jam, indeks marker transduser berada pada jam 12 dengan memiringkan transduser kearah anterior  (seperti pada pengambilan gambaran apikal 5-ruang). (Anderson, 2000 ; Oemar, 2005)